Mamaknai Hari Santri Nasional dalam Konteks Kedirian Kita Sendiri

  • Oct 22, 2023
  • Novita Rosanti

Tulisan artikel opini juga diunggah pada laman blog pribadi admin
klik di sini

 
 

Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia telah menetapkan tanggal 22 November sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan yang berlandaskan hukum pada surat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 ini memang terbilang baru. Namun tentunya memiliki makna dan semangat yang hendak ditularkan.

Dalam upacara peringatan Hari Santri Nasional 2023 di Tugu Pahlawan Surabaya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwasanya semangat Hari Santri harus tetap digelorakan dengan melihat konteks kekinian. Lebih lanjut, Jokowi menambahkan salah satu konteks kekinian yang dimaksud adalah dari segi kesiapan dalam menghadapi krisis pangan akibat adanya perang di Ukraina serta Palestina.

Namun, sebelum kita membahas terlalu jauh dari semangat Hari Santri yang disinggung oleh presiden Jokowi, saya ingin mengajak kita untuk memaknai Hari Santri ini dalam konteks yang lebih personal, yakni bagi diri kita masing-masing.

Mari kita buka bahasan ini dengan pertanyaan: Mengapa Hari Santri harus dirayakan dan diperingati secara nasional?

Bukankah secara hierarki dalam konteks pesantren, santri itu adalah murid dan umumnya justru tunduk pada Kiai yang merupakan gurunya? Kenapa tidak diperingati hari Kiai saja? Mengingat pastinya Kiayi punya ilmu yang lebih “mumpuni” ketimbang santri.

Namun setelah saya renungkan dan membaca beberapa sumber mengenai mengapa hari santri ini layak diperingati dan digelorakan semangatnya, saya akhirnya sampai pada satu kesimpulan: semangat hari santri adalah gairah belajar (yang hendaknya kita jaga untuk terus bergelora dalam diri kita).

Dari segi bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “santri” diartikan sebagai orang yang mendalami agama Islam; orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; serta orang yang saleh.

Dari makna leksikal tersebut, mari kita garis bawahi pada “orang yang mendalami” dan “orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh”. (Sengaja tidak saya kutip bagian “agama Islam”, karena saya ingin pemaknaan Hari Santri ini juga berlaku secara universal untuk setiap insan, bukan hanya yang belajar agama Islam, serta bukan hanya yang memeluk agama Islam.)

Santri adalah orang yang belajar atau mendalami ilmu dengan sungguh-sungguh. Dalam konteks Islami, santri adalah sebutan yang umum untuk menyebut pelajar yang belajar ilmu agama di pesantren. Namun jika ditarik dalam konteks universal, santri adalah seseorang yang belajar. Seseorang pembelajar yang punya semangat untuk mengenyam ilmu, baik agama atau apapun itu, dengan sungguh-sungguh.

Maka saya kira, salah satu makna serta semangat Hari Santri yang paling esensial dan fundamental bagi diri kita adalah bagaimana kita menumbuhkan serta merawat gairah untuk terus belajar dan punya semangat untuk mengembangkan diri dengan mendalami ilmu.

Dengan mengambil semangat belajar ala santri, kita akan selamanya mengobarkan jiwa seorang pemuda dan pembelajar yang selamanya haus akan ilmu yang baik dan bermanfaat.

Selamat Hari Santri, Pemuda Indonesia!